BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi komputer, telekomunikasi dan informasi telah
berkembang sangat pesat di era sekarang ini. Dengan meningkatnya pengetahuan
masyarakat dan rasa ingin tahu yang sangat besar mengenai bidang ini, serta
maraknya fasilitas yang ada sehingga masyarakat dapat dengan mudah mempelajari
teknologi komputer. Melalui internet, transaksi perdagangan dapat dilakukan
dengan cepat dan efisien. Perdagangan atau transaksi melalui internet lebih
dikenal dengan e-commerce. Internet selain memberi manfaat juga
menimbulkan efek negatif.
Kemajuan teknologi komputer, teknologi informasi, dan teknologi komunikasi
menimbulkan suatu tindak pidana baru yang memiliki karakteristik yang berbeda
dengan tindak pidana konvensional. Penyalahgunaan komputer sebagai salah satu
dampak dari ketiga perkembangan tersebut tidak terlepas dari sifatnya yang khas
sehingga membawa persoalan baru yang agak rumit untuk dipecahkan, berkenaan
dengan masalah. Kejahatan komputer berhubungan dengan kode etik profesi karena
masih dalam konteks profesi yaitu dalam hal ini di bidang IT. Yang kemudian
meningkat menjadi tindak kejahatan di dunia maya atau dikenal sebagai
cybercrime. Hal ini jelas juga mengganggu jalannya dunia bisnis di cyberspace dimana
banyak pengguna yang sangat dirugikan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika
Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi serta agar penulis dapat memahami
dan mengetahui tentang kejahatan-kejahatan di dalam dunia komputer dan cara
mengatasinya serta kebaikan yang ada di dunia komputer.
1.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pemikiran kami sendiri
berdasarkan studi pustaka dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN
KASUS
2.1 Pengertian
E-commerce
Perdagangan elektronik atau e-commerce adalah penyebaran, pembelian,
penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet
atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan
transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen
inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.
2.2 Penipuan Online
Salah satu jenis kejahatan e-commerce adalah penipuan online. Penipuan
online adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh beberapa orang yang tidak
bertanggung jawab untuk memberikan informasi palsu demi keuntungan pribadi.
Contoh kasus:
Seorang warga negara Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap
seorang warga negara Amerika Serikat melalui penjualan online. Kasus ini
terungkap setelah Markas Besar Kepolisian mendapat laporan dari Biro Penyelidik
Amerika Serikat.
"FBI menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga
negara Amerika yang berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang
berasal dari Indonesia," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen
Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis 11 Oktober 2012.
Boy mengatakan seorang warga Indonesia itu menggunakan nama HB untuk
membeli sebuah alat elektronik melalui pembelian online. "Jadi ini
transaksi melalui online, tetapi lintas negara. Jadi transaksinya dengan
pedagang yang ada di luar negeri, khususnya Amerika," kata Boy.
Dalam kasus ini, kata Boy, Mabes Polri telah menetapkan satu tersangka
berinisial MWR. Dia memanfaatkan website www.audiogone.com yang memuat iklan
penjualan barang. Kemudian, kata Boy, MWR menghubungi JJ melalui email
untuk membeli barang yang ditawarkan dalam website itu. "Selanjutnya kedua
belah pihak sepakat untuk melakukan transakasi jual beli online. Pembayaran
dilakukan dengan cara transfer dana menggunakan kartu kredit di salah satu bank
Amerika," kata dia.
Setelah MWR mengirimkan barang bukti pembayaran melalui kartu kredit, maka
barang yang dipesan MWR dikirimkan oleh JJ ke Indonesia. Kemudian, pada saat JJ
melakukan klaim pembayaran di Citibank Amerika, tapi pihak bank tidak dapat
mencairkan pembayaran karena nomor kartu kredit yang digunakan tersangka bukan
milik MWR atau Haryo Brahmastyo.
"Jadi korban JJ merasa tertipu, dan dirugikan oleh tersangka
MWR," kata Boy. Dari hasil penyelidikan, MWR menggunakan identitas palsu
yaitu menggunakan KTP dan NPWP orang lain. Sementara barang bukti yang disita
adalah laptop, PC, lima handphone, KTP, NPWP, beberapa kartu kredit, paspor,
alat scanner, dan rekening salah satu bank atas nama MWRSD.
Atas perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2, Pasal
28 Undang-Undang nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selain itu, Polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010
tentang Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal
378 dan beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010. Saat ini tersangka tengah menjalani proses hukum yang berlaku dan sudah
berstatus tahanan Negara Republik Indonesia.
BAB III
ANALISA kasus
3.1 Analisa UU
ITE
Pada kasus yang terjadi dalam pembahasan BAB II hanya di jelaskan bahwa
pelaku telah menjadi tahanan NKRI dan terkena pasal berlapis, yaitu : Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2, Pasal 28 Undang-Undang nomor 11 tentang
Informasi Transaksi Elektronik, yang berbunyi :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).
Dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang
Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan
beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010. Perbandingan kasus antara realita dengan UU ITE No 11 tahun 2008 tidak
di ketahui kesesuaiannya dikarenakan kurangnya penjelasan dan informasi
yang ada.
3.2 Analisa Kasus
Pada kasus BAB II terjadi sebuah kejahatan teknologi informasi, tentang
penipuan e-commerce atau sering dikenal adalah kegiatan komersial dengan
penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem
elektronik seperti internet atau televisi, atau jaringan komputer lainnya.
Dalam dunia teknologi informasi terdapat 4 tipe model serangan keamanan
komputer menurut W. Stallings [William Stallings, “Network and Internetwork
Security,” Prentice Hall,
1995.] serangan (attack) terdiri dari :
1. Interruption:
Perangkat sistem menjadi rusak atau tidak tersedia. Serangan
ditujukan kepada ketersediaan (availability) dari sistem. Contoh
serangan adalah “denial of service attack”.
2. Interception:
Pihak yang tidak berwenang berhasil mengakses asset atau informasi. Contoh dari
serangan ini adalah penyadapan (wiretapping).
3. Modification:
Pihak yang tidak berwenang tidak saja berhasil mengakses, akan tetapi dapat
juga mengubah (tamper) aset. Contoh dari serangan ini antara lain adalah
mengubah isi dari web site dengan pesan-pesan yang merugikan pemilik web site.
4. Fabrication:
Pihak yang tidak berwenang menyisipkan objek palsu ke dalam sistem. Contoh dari
serangan jenis ini adalah memasukkan pesan-pesan palsu seperti e-mail palsu ke
dalam jaringan komputer.
Pada pembahasan
kasus yang terjadi di BAB II, si pelaku termasuk dalam kategori yang terakhir
yaitu tipe serangan keamanan komputer “FABRICATION” dimana si pelaku memberikan
data-data diri palsu yang membuat pihak lain mengalami sebuah kerugian.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari kasus yang telah kami paparkan, kami dapat mengambil beberapa
kesimpulan antara lain:
Dengan adanya kasus seperti di atas, maka kita harus lebih
berhati-hati dalam semua hal yang kita ingin lakukan dan tidak mudah percaya
dengan orang lain. Supaya kejadian yang tidak
diharapkan tidak terjadi kepada kita. Polisi harus menghukum pelaku kejahatan pencurian dan pelanggaran
etika, dengan hukuman yang sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
Supaya pelaku tidak mengulangi perbuatannya tersebut dan
tidak merugikan orang lain.
4.2 Saran
Agar ditingkatkan Sumber Daya Manusia para penegak hukum di Indonesia,
melalui pelatihan-pelatihan yang secara khusus membahas
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan teknologi informasi khususnya
bidang e-commerce. Agar pemerintah mensosialisasikan Undang-Undang No. 11
tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi Elektronika dan segera mengeluarkan
Peraturan Pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar