BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pangan
adalah kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Banyak contoh negara
dengan sumber ekonomi cukup memadai tetapi mengalami kehancuran karena tidak
mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya. Sejarah juga menunjukkan
bahwa strategi pangan banyak digunakan untuk menguasai pertahanan musuh. Dengan
adanya ketergantungan pangan, suatu bangsa akan sulit lepas dari cengkraman
penjajah/musuh. Dengan demikian upaya untuk mencapai kemandirian dalam memenuhi
kebutuhan pangan nasional bukan hanya dipandang dari sisi untung rugi ekonomi
saja tetapi harus disadari sebagai bagian yang mendasar bagi ketahanan nasional
yang harus dilindungi.
Jumlah
penduduk Indonesia
saat ini mencapai 216 juta jiwa dengan angka pertumbuhan 1.7 % per tahun. Angka
tersebut mengindikasikan besarnya bahan pangan yang harus tersedia. Kebutuhan
yang besar jika tidak diimbangi peningkatan produksi pangan justru menghadapi
masalah bahaya latent yaitu laju peningkatan produksi di dalam negeri
yang terus menurun. Sudah pasti jika tidak ada upaya untuk meningkatkan
produksi pangan akan menimbulkan masalah antara kebutuhan dan ketersediaan
dengan kesenjangan semakin melebar.
Dalam upaya meningkatkan pembangunan ketahanan pangan,
peranan petani di pedesaan sangat besar dalam mendukung dan melaksanakan
berbagai program yang sedang dan akan dilaksanakan karena kelompok tani inilah
pada dasarnya pelaku utama pembangunan ketahanan pangan.
Pentingnya pemberdayaan petani tersebut sangat beralasan
karena kalau kita perhatikan keberadaan kelompok tani akhir-akhir ini -
terutama sejak era otonomi daerah dilaksanakan - ada kecenderungan perhatian
pemerintah daerah terhadap kelembagaan petani sangat kurang bahkan terkesan
diabaikan sehingga kelembagaan petani yang sebenarnya merupakan aset sangat
berharga dalam mendukung pembangunan ketahanan pangan belum berfungsi secara
optimal seperti yang diharapkan.
1.2 PERMASALAHAN
1. Apa yang dimaksud
dengan ketahanan pangan?
2. Apa peranan petani
dalam upaya ketahanan pangan?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui apa yang
dimaksud dengan ketahanan pangan.
2. Upaya petani dalam
mempertahankan ketahanan pangan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI KETAHANAN PANGAN
Definisi
dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya
Conference of Food and Agriculture tahum 1943 yang mencanangkan konsep secure,
adequate and suitable supply of food for everyone”. Definisi ketahanan pangan
sangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan
Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada
pangan yang cukup untuk hidup sehat”. Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI
(1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan
pangan (Weingärtner, 2000). Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan yang
sering diacu :
1 Undang-Undang
Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup,baik dari jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau.
2 USAID (1992):
kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi
untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.
3 FAO
(1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun
ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah
tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa
ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu
2. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses
3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu,
baik fisik, ekonomi dan sosial
4. Berorientasi pada pemenuhan gizi
5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif
Di
Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah
maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Dengan pengertian
tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut:
Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang
cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal
dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat,
protein, lemak, 23 vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi
pertumbuhan kesehatan manusia.
Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman,
diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari
kaidah agama.
Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata,
diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah
air.
2.1.2 Sub
Sistem Ketahan Pangan
Sub
sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu ketersediaan,
akses, dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari
ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan sub
sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu subsistem tersebut tidak
dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan
yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional,
tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata,
maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Sub sistem tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
Sub sistem ketersediaan
Yaitu
ketersediaan pangan dalam jumlah cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam
suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan
maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan
yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang
aktif dan sehat.
Akses Pangan
Yaitu kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan
sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup, agar kebutuhan
gizinya dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian, ataupun
melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses
ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan
kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan
prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi
pangan.
Penyerapan Pangan
Yaitu “penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat
yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan.
Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan
rumahtangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan
kesehatan, serta penyuluhan gisi dan pemeliharaan balita”. (Riely et.al , 1999).
Konsep
ketahanan pangan yang sempit meninjau sistem ketahanan pangan dari aspek
masukan yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti banyak diketahui, baik
secara nasional maupun global, ketersediaan pangan yang melimpah melebihi
kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas dari
kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan yang luas bertolak pada
tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia. Oleh
karena itu, sasaran pertama Millenium Development Goals (MGDs)
bukanlah tercapainya produksi atau penyediaan pangan, tetapi menurunkan
kemiskinan dan kelaparan sebagai 28 indikator kesejahteraan masyarakat. MDGs
menggunakan pendekatan dampak bukan masukan.
2.2 UPAYA PETANI DALAM KETAHANAN PANGAN
Dalam
upaya meningkatkan pembangunan ketahanan pangan, peranan kelompok petani di
pedesaan sangat besar dalam mendukung dan melaksanakan berbagai program yang
sedang dan akan dilaksanakan karena petani inilah pada dasarnya pelaku utama
pembangunan ketahanan pangan.
Keberadaan
kelompok petani sangat penting diberdayakan karena potensinya sangat besar.
Berdasarkan data dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Departemen
Pertanian, pada tahun 2002 terdapat 27 juta lebih kepala keluarga (KK) yang
bekerja di sektor pertanian. Dari jumlah tersebut, telah dibentuk kelembagaan
kelompok tani sebanyak 275.788 kelompok. Kelembagaan kelompok tani ini sangat
efektif sebagai sarana untuk kegiatan belajar, bekerja sama, dan pemupukan
modal kelompok dalam mengembangkan usahatani.
Pentingnya
pemberdayaan kelompok tani tersebut sangat beralasan karena kalau kita
perhatikan keberadaan kelompok tani akhir-akhir ini. Kecenderungan perhatian
pemerintah daerah terhadap kelembagaan kelompok tani sangat kurang bahkan
terkesan diabaikan sehingga kelembagaan kelompok tani yang sebenarnya merupakan
aset sangat berharga dalam mendukung pembangunan ketahanan pangan belum
berfungsi secara optimal seperti yang diharapkan
Mengingat semakin kompleks dan besarnya tantangan pembangunan ketahanan pangan mendatang, terutama untuk mencapai kemandirian pangan, maka kelembagaan kelompok tani yang tersebar di seluruh pelosok pedesaan perlu dibenahi dan diberdayakan, sehingga mempunyai keberdayaan dalam melaksanakan usaha taninya.
Untuk mencapai keberdayaan tersebut, program pemberdayaan kelompok tani yang dilakukan harus dapat meningkatkan kemampuan kelompok tani dalam hal (1) Memahami kekuatan (potensi) dan kelemahan kelompok; (2) Memperhitungkan peluang dan tantangan yang dihadapi, pada saat ini dan masa mendatang; (3) Memilih berbagai alternatif yang ada untuk mengatasi masalah yang dihadapi, dan (4) Menyelenggarakan kehidupan berkelompok dan bermasyarakat yang serasi dengan lingkungannya secara berkesinambungan. Agar upaya memandirikan dan memberdayakan kelompok tani tersebut dapat dilaksanakan, setidaknya ada empat langkah strategis yang harus dilakukan, diantaranya :
peningkatan sumber daya manusia (SDM) petani. Hal ini
sangat penting dilakukan, karena menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik)
2001, ternyata masyarakat yang berumur 15 tahun ke atas dan bekerja di bidang
pertanian sebanyak 10,66 juta jiwa tidak tamat SD (sekolah dasar) dan 5.758
juta jiwa tidak pernah sekolah, sedang yang tamat SD sebanyak 15,932 juta jiwa.
Upaya peningkatan SDM petani ini dapat dilakukan melalui proses pembelajaran
melalui bimbingan penyuluhan, pelatihan, kursus, sekolah lapang, pendampingan
dan lainnya. Materi dan cara penyampaiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan
petani dan kemampuan petani sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
kelompok tani.
> Ujung Tombak
Dalam
mengingat para penyuluh pertanian andalan utama dalam memberikan penyuluhan
kepada kelompok tani, maka keberadaan penyuluh pertanian termasuk Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai wadah pertemuan, uji coba dan lainnya perlu
mendapat perhatian serius dari pemerintah, sehingga para penyuluh pertanian ini
dapat melaksanakan penyuluhan secara profesional.
Kemudahan dalam akses sarana produksi pertanian. Mengingat
sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida, permodalan, alat dan mesin
pertanian merupakan faktor (input) yang sangat menentukan hasil (output), maka
keberpihakan pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang sarana produksi
pertanian ini sangat diharapkan kelompok tani.Adanya slogan enam tepat (tepat
mutu, jumlah, jenis, harga, waktu dan tempat) dalam penyaluran sarana produksi
hendaknya tidak hanya manis di dalam kata-kata atau tulisan, tetapi benar-benar
dapat diimplementasikan, sehingga benar-benar dapat dirasakan kelompok tani.
Masih
terjadinya kekurangan benih ketika musim tanam akan dilakukan dan terjadinya
kelangkaan pupuk ketika masa pemupukan akan dikerjakan, hanya merupakan contoh
kasus yang hendaknya dapat memacu pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang
sarana produksi pertanian untuk bekerja lebih baik lagi. Sebab, jika hal-hal
tersebut tidak segera dibenahi dan masih dialami kelompok tani, sulit rasanya
para petani dapat meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya secara
optimal.
Untuk
itu, berbagai lembaga pelayanan kelompok tani yang ada di pedesaan seperti
perbankan, Lembaga Usaha Perekonomian Pedesaan (LUEP), koperasi tani, KUD, kios
sarana produksi dan lainnya perlu lebih diberdayakan dan mendapat perhatian
pemerintah daerah setempat sehingga dapat meningkatkan tugas dan fungsinya
selaku mitra usaha petani dengan sebaik-baiknya.
Akses terhadap informasi. Dalam era informasi sekarang ini,
pendapat yang mengatakan bahwa petani/ kelompok tani tidak memerlukan informasi
adalah pendapat yang sangat keliru. Karena itu dalam masa mendatang berbagai
informasi khususnya mengenai pembangunan ketahanan pangan perlu disebarluaskan
kepada petani, sehingga mereka dapat mengakses informasi/berita yang sedang dan
akan terjadi, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan pertanian. Misalnya
tentang akan tibanya musim kemarau/hujan, gejala adanya serangan hama dan penyakit pada
tanaman, perkembangan harga gabah di pasaran dan sebagainya.
Dengan
mengetahui perkembangan yang sedang dan akan terjadi yang dapat berpengaruh
langsung terhadap usahatani yang dikerjakan, diharapkan para petani dapat
bekerja sama dengan aparat untuk mengantisipasi permasalahan yang akan terjadi.
Misalnya, ketika mengetahui harga gabah turun, para petani bisa menyimpan
gabahnya terlebih dahulu di lumbung pangan kelompok, dan baru menjualnya ketika
harga gabah sudah membaik dan menguntungkan.
Mengingat
informasi pertama yang diterima petani kelompok tani lebih banyak berasal
petugas penyuluh pertanian dan penerangan, maka informasi yang akan disampaikan
harus disajikan sesuai dengan bahasa dan kemampuan daya serap petani, sehingga
mudah dipahami.
keberpihakan pemerintah pada sektor pertanian. Karena dari
ketiga strategi yang diuraikan di atas sangat erat kaitannya dengan tugas
aparat kelembagaan pemerintah di daerah sebagai fasilitator, motivator dan
regulator, maka berbagai keberpihakan setiap pemimpin daerah terhadap
pembangunan ketahanan pangan perlu terus ditingkatkan dan berbagai program yang
direncanakan dapat diimplementasikan di lapangan.
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pangan
merupakan hal yang sangat mendasar pada suatu bangsa. Suatu bangsa dapat
dikatakan sejahtera apabila bangsa tersebut mampu memenuhi kebutuhan pangan
pada negara tersebut. Kebutuhan pangan di negara Indonesia untuk saat ini belum
dapat tercukupi, karena pertanian di negara ini belum bisa dikelola dengan
baik. Untuk saat ini, peran para petani sangat dibutuhkan guna meningkatkan
produktivitas pangan di indonesia. Oleh karena itu, para petani sangat perlu
suatu lembaga yang dapat membimbing para petani dalam meningkatkan
produktivitas pangan, misalnya dengan mendirikan kelompok tani. Lembaga
tersebut berfungsi untuk memberi penyuluhan kepada kelompok tani dan memberikan
akses sarana tentang produksi pertanian. Namun, biasanya hal tersebut tidak
mudah diterima oleh para petani, maka dari itu kita sebagai penerus bangsa
harus dapat meyakinkan para petani tentang bagaimana cara meningkatkan
produktivitas pertanian guna ketahanan pangan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/2-pengertian-ketahanan-pangan-2.pdf\http://jdih.bpk.go.id/wp-content/upload/2012/03/tulisan-huangkum-ketahanan-pangan.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter%20II.pdfhttp://zaifbio.wordpress.com/2010/05/31/ketahanan-pangan-dan-teknologi-produktivitas-menuju-kemandirian-pertanian-indonesia/
file:///C:/Users/Rizal%20Dharma/Downloads/peranan-kelompok-tani-dalam-ketahanan.html